Sporothrix schenckii adalah jamur yang sering ditemukan di semak-semak bunga mawar, barberi, lumut sfagnum dan jerami. Ia tampak sebagai sel-sel bertunas yang gram-positif, berbentuk bulat kecil sampai berbentuk cerutu dan merupakan jamur dimorfik. Pada biakan dalam suhu kamar dengan agar Sabouraud, dalam 3-5 hari terbentuk koloni-koloni berwarna cokelat sampai hitam, melipat, menyerupai kulit (pembentukan pigmen dari berbagai strain S schenckii bervariasi). Konidia sederhana berbentuk ovoid terdapat berkelompok pada ujung konidiofor yang ramping dan panjang (menyerupai bunga aster). Biakan pada suhu 37◦C akan menghasilkan sel-sel bertunas berbentuk sferis sampai ovoid. Koloni-koloni mudanya kadang berwarna putih pada suhu 25◦C atau ketika diinkubasi pada suhu 37°C untuk menghasilkan fase ragi sebagai salah satu bentuk dimorfiknya. Sedangkan koloni-koloni yang lebih tua akan menjadi berwarna hitam untuk memproduksi konidia hitam yang nantinya akan muncul langsung dari hifa sebagai fase keduanya. Demikanlah proses tersebut terus berjalan hingga terbentuk lagi generasi berikutnya.
Penyakit yang ditimbulkan adalah Sporotrikosis. Biasanya menyerang kulit dan pembuluh getah bening di sekitarnya, kadang-kadang mengenai paru-paru dan jaringan lainnya. Jamur ini dapat masuk ke dalam kulit melalui tusukan duri dari tanaman atau tusukan barang tajam lainnya. Bisa juga pada waktu menangani tanaman sejenis lumut atau pada waktu menangani potongan kayu atau pohon. Gejalanya dimulai pada jari-jari tangan dengan nodul (benjolan) kecil-kasar yang secara perlahan membesar dan membentuk sebuah luka. Jamur ini tidak ditularkan dari orang ke orang.
Pengobatannya bisa dengan itrakonazol per-oral (melalui mulut). Bisa juga diberikan kalium-yodida per-oral, Untuk infeksi yang meluas, diberikan amfoterisin B intravena (melalui pembuluh darah).
Sporothrix schenckii juga dijuluki sebagai rose picker’s disease karena Sporothrix schenckii adalah jamur yang sering ditemukan di semak-semak bunga mawar, barberi, lumut sfagnum dan jerami. Dan pada bunga mawar, biasanya dia hidup pada durinya, dan jamur ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia apabila manusia tertusuk oleh durinya. Maka tak heran, sehingga yang sering terkena adalah petani, tukang kebun dan holtikulturis. Sporothrix schenckii tersebar luas di alam pada tumbuh-tumbuhan (khususnya sfagnum di AS), duri, sisa-sisa kayu ; dalam tanah ; dan pada hewan yang terinfeksi.
Sporothrix schenckii adalah suatu jamur dimorfik yang hidup pada tumbuh-tumbuhan atau kayu. Dimorfik adalah suatu bentuk perkembangbiakan dari jamur, dimana terjadi dua fase sekaligus (generatif ataupun vegetatif).
Perlu dicurigai suatu sporotrikosis bila ditemukan adanya nodul dan luka yang khas. Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya Sporothrix pada biakan jaringan yang terinfeksi. Berikut beberapa cara pemberantasan berikut pencegahannya:
A. Tindakan pencegahan
Pada industri pengolahan kayu, kayu hendaknya diberi fungisida didaerah dimana sporotrochosis sering terjadi. Pakailah sepatu bot, baju lengan panjang jika bekerja mengolah Sphagnum moss (sejenis lumut yang dipakai oleh tukang bunga untuk menancapkan kembang dalam vas bunga).
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan.
Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap discharge dan pembalut luka. Pembersih terminal.
Investigasi kontak dan sumber infeksi: cari dan temukan penderita yang belum terdiagnosa dan yang belum diobati.
C. Upaya penanggulangan wabah:
Pada waktu terjadi wabah di Afrika Selatan pada pekerja tambang dilakukan penyemprotan terhadap kayu-kayu yang dipakai dipertambangan menggunakan zinc sulfate dan triolith. Selain itu dilakukan juga upaya sanitasi. Nah, itu tadi adalah cara pemberantasan dan penaggulangan.
Infeksi pada kulit biasanya menyebar sangat lambat dan jarang berakibat fatal. Penderita masih dapat diobati Pengobatannya bisa dengan itrakonazol per-oral (melalui mulut). Bisa juga diberikan kalium-yodida per-oral, tapi tidak efektif dan menimbulkan efek samping seperti ruam dan peradangan mata, mulut dan tenggorokan. Pengobatan spesifik: Iodida oral dan itraconazole efektif untuk mengatasi infeksi limfokutaneus, sedangkan untuk infeksi ekstrakutaneus adalah amphotericin B (Fungizone ®), itraconazole juga efektif. Untuk infeksi yang meluas, diberikan amfoterisin B intravena (melalui pembuluh darah)
https://karimaesesaselatan.blogspot.co.id/2012/06/makalah-mikologi-mikosis-subkutan.html?showComment=1492070470684#c6518225213896627765
BalasHapus