.
BIO'S AREA
WELCOME TO MY BLOG
Powered By Blogger

Kamis, 03 Juni 2010

-Herpes Simpleks-

Herpes simpleks merupakan suatu infeksi virus yang disebabkan oleh virus herpes simplek tipe I dan II (HSV-I dan HSV-II). HSV-I sering menyerang daerah sekitar mulut (herpes labialis), sedangkan HSV-II sering mengenai daerah genital (herpes genitalis). Namun karena adanya oral seks atau oro-genital seks maka baik HSV-I maupun HSV-II dapat mengenai daerah sekitar mulut maupun genital. Bentuk serangan HSV pada seorang individu dapat berupa infeksi primer, episode I non primer, rekuren dan asimptomatik. Angka kejadian infeksi herpes simplek meningkat setiap tahunnya. Data di Amerika Serikat menyebutkan bahwa ditemukan 1,5 juta kasus baru yang diakibatkan karena transmisi HSV melalui hubungan seksual, dimana seorang wanita yang terinfeksi dapat menularkan HSv pada pasangannya sebesar 4-5 %, namun apabila laki-laki yang terinfeksi maka kemungkinan untuk menstransmisikan HSV pada pasangannya sebesar 8-10%.

Gambar virus herpes simpleks

GEJALA
Gejala herpes simpleks dapat bervariasi dari satu individu ke individu lain. Infeksi pertama berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala lain seperti demam, lemas, nyeri di sekitar mulut, tidak mau makan dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening. Gejala utamanya berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan merah, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi keruh, terkadang gatal dan dapat menjadi krusta. Krusta ini kemudian akan lepas dari kulit dan memperlihatkan kulit yang berwarna merah jambu yang akan sembuh tanpa bekas luka. Vesikel ini dapat timbul di tubuh bagian mana saja, namun paling sering timbul di daerah sekitar mulut, hidung, daerah genital dan bokong. Setelah itu, penderita masuk dalam fase laten, karena virus tersebut sebenarnya masih terdapat di dalam tubuh penderita dalam keadaan tidak aktif di dalam ganglion (badan sel saraf), yang mempersarafi rasa pada daerah yang terinfeksi. Pada fase ini tidak ditemukan gejala klinis.

Gambar herpes simpleks pada bibir

Gambar herpes simpleks pada organ kelamin

Gejala klinis yang dapat ditimbulkan infeksi HSV dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Gejala Klinis Prosentase Infeksi Virus
Lesu 85 %
Gangguan Pernafasan 60 %
Bisul Berair 60 %
Suhu panas atau dingin 50 %
Pendarahan 50 %
Hepato megali 50 %
Kelainan jaringan syaraf pusat 40 %
Kulit kuning 30 %
Kulit biru 20 %
Radang selaput lendir mata 10 %
Korioretinis 10 %
Kematian 70 %


PENULARAN VIRUS HERPES SIMPLEKS
Ada 2 cara penularan virus herpes simpleks yaitu secara horizontal dan secara vertical.
1. Horizontal
Transmisi secara horisontal terjadi ketika seorang individu yang seronegatif berkontak dengan individu yang seropositif melalui vesikel yang berisi virus aktif (81-88%), ulkus atau lesi HSV yang telah mengering (36%) dan dari sekresi cairan tubuh yang lain seperti salivi, semen, dan cairan genital (3,6-25%). Adanya kontak bahan-bahan tersebut dengan kulit atau mukosa yang luka atau pada beberapa kasus kulit atau mukosa tersebut intak maka virus dapat masuk kedalam tubuh host yang baru dan mengadakan multiplikasi pada inti sel yang baru saja dimasukinya untuk selanjutnya menetap seumur hidup dan sewaktu-waktu dapat menimbulkan gejala khas yaitu timbulnya vesikel kecil berkelompok dengan dasar eritem.
2. Vertikal
Transmisi HSV secara vertikal terjadi pada neonatus baik itu pada periode antenatal, intrapartum dan postnatal. Periode antenatal bertanggung jawab terhadap 5 % dari kasus HSV pada neonatal. Transmisi ini terutama terjadi pada saat ibu mengalami infeksi primer dan virus berada dalam fase viremia (virus berada dalam darah) sehingga secara hematogen virus tersebut dalam masuk ke dalam plasenta mengikuti sirkulasi uteroplasenter akhirnya menginfeksi fetus. Periode infeksi primer ibu juga berpengaruh terhadap prognosis si bayi, apabila infeksi terjadi pada trimester I biasanya akan terjadi abortus dan pada trimester II akan terjadi kelahiran prematur. Bayi dengan infeksi HSV antenatal mempunyai angka mortalitas ± 60 % dan separuh dari yang hidup tersebut akan mengalami gangguan syaraf pusat dan mata. Infeksi primer yang terjadi pada masa-masa akhir kehamilan akan memberikan prognosis yang lebih buruk karena tubuh ibu belum sempat membentuk antobodi (terbentuk 3-4 minggu setelah virus masuk tubuh host) untuk selanjutnya disalurkan kepada fetus sebagai suatu antibodi neutralisasi transplasental dan hal ini akan mengakibatkan 30-57% bayi yang dilahirkan terinfeksi HSV dengan berbagai komplikasinya (mikrosefali, hidrosefalus, calsifikasi intracranial, chorioretinitis dan ensefalitis).
Sembilan puluh persen infeksi HSV neonatal terjadi saat intrapartum yaitu ketika bayi melalui jalan lahir dan berkontak dengan lesi maupun cairan genital ibu. Ibu dengan infeksi primer mampu menularkan HSV pada neonatus 50 %, episode I non primer 35% , infeksi rekuren dan asimptomatik 0-4%.

PENCEGAHAN TERTULARNYA VIRUS HERPES SIMPLEKS
• Pencegahan transmisi HSV secara horisontal ini dapat dilakukan dengan menggunakan suatu barrier protection (kondom) untuk mencegah kontak dengan cairan genital yang mengandung virus. Kondom yang terbuat dari latek menyebabkan virus tidak dapat melaluinya serta kandungan spermatisid (nonoxynol-9) dapat membunuh virus secara invitro. Efektivitas kondom sebagai pencegah transmisi HSV hanya sekitar 25 %, karena keterbatasan kondom yang tidak dapat menutup semua bagian penis (batang penis) maka hal itu masih memungkinkan adanya kontak dengan cairan genital yang mengandung virus. Oleh karena itu pembilasan cairan genital setelah berhubungan seksual dan penggunaan antivirus pada individu yang seropositif dapat lebih meningkatkan efektifitas pencegahan transmisi menjadi sekitar 75%. Pencegahan kontak dengan saliva penderita HSV dapat dilakukan dengan menghindari berciuman dan menggunakan alat-alat makan penderita serta menggunakan obat kumur yang mengandung antiseptik yangcdapat membunuh virus sehingga menurunkan risiko tertular.
• Pencegahan transmisi secara vertical dapat dilakukan dengan deteksi ibu hamil dengan screning awal di usia kehamilan 14-18 minggu, selanjutnya dilakukan kultur servik setiap minggu mulai dari minggu ke-34 kehamilan pada ibu hamil dengan riwayat infeksi HSV serta pemberian terapi antivirus supresif (diberikan setiap hari mulai dari usia kehamilan 36 minggu dengan acyclovir 400mg 3×/hari atau 200mg 5×/hari) yang secara signifikan dapat mengurangi periode rekurensi selama proses persalinan (36% VS 0%). Namun apabila sampai menjelang persalinan, hasil kultur terakhir tetap positif dan terdapat lesi aktif didaerah genital maka pelahiran secara secar menjadi pilihan utama. Periode postnatal bertanggungjawab terhadap 5-10% kasus infeksi HSV pada neonatal. Infeksi ini terjadi karena adanya kontak antara neonatus dengan ibu yang terinfeksi HSV (infeksi primer HSV-I 100%, infeksi primer HSV-II 17%, HSV-I rekuren 18%, HSV-II rekuren 0%) dan juga karena kontal neonatus dengan tenaga kesehatan yang terinfeksi HSV.
PENGOBATAN
Untuk mengobati herpes simpleks, dokter dapat memberikan pengobatan antivirus dalam bentuk krim atau pil. Pengobatan ini tidak dapat menyembuhkan herpes simpleks, namun dapat mengurangi durasi terjadinya penyakit dan mengurangi beratnya penyakit. Antivirus yang diakui oleh FDA (badan pengawas obat-obatan Amerika Serikat) antara lain: Acyclovir, Valacyclovir dan Famcyclovir. Jika seseorang sedang mendapat pengobatan untuk herpes simpleks, maka pasangan seksualnya disarankan untuk diperiksa, dan bila perlu, diobati juga walaupun tidak ada gejala. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya komplikasi yang serius pada infeksi herpes simpleks yang tidak terdiagnosis atau mencegah penyebaran infeksi ini ke orang lain. Mereka juga disarankan untuk tidak berhubungan seksual sampai selesai pengobatan.

Malassezia, Penyebab Utama Ketombe

Data ini telah dipersentasikan oleh para peneliti P&G dalam acara Kongres Dermatologi Dunia (World Congress of Dermatology) beberapa waktu lalu. Mereka menyatakan bahwa ketombe bukan disebabkan oleh menumpuknya jamur Malassezia furfur (M. furfur) seperti yang kita ketahui sebelumnya. Ketombe biasa banyak menyerang lebih dari 50 persen orang Kaukasia dan 80 persen orang Afrika, yang disebabkan buangan protein dari dua jenis jamur Malassezia yang lain yaitu M. restricta dan M. globosa.
Dalam suatu penelitian yang dilakukan beauty care senior scientist P&G, Thomas Dawson JR Ph.D dalam judul ”Fast, Non-invansive Method for Molecular Detection and Speciation of Malassezia on Human Skin, and Application to Dandruff Microbiology”, bahwa dari 70 responden yang menderita ketombe ditemukan adanya jenis jamur Malassezia. Dalam kasus ini, ditemukan 70 persen jamur M. restricta dan 45 persen jamur M. globosa, sedangkan jamur M furfur tidak terdeteksi pada semua responden.
Malassezia adalah genus jamur lipophilic yang merupakan bagian dari flora normal kulit kepala manusia. M restricta dan M globosa memakan protein dari folikel rambut. Penyerapan sebagian protein yang tinggal di kulit menyebabkan iritasi di kulit kepala yang menyebabkan terjadinya ketombe.
”Kami telah mempelajari ketombe dan kondisi kulit kepala lainnya selama beberapa tahun, memfokuskan kepada organisme tertentu yang menyebabkan terjadinya penyimpangan,” kata Dr Dawson.
”Kami harap data-data ini dapat memberikan masukan kepada perkembangan perawatan ketombe dengan pendekatan baru,” tambahnya.
”Data-data baru mengenai penyebab sebenarnya dari ketombe adalah langkah maju yang besar dalam memahami ketombe, yang akan berguna untuk komunitas ahli kulit,” ujar Boni Elewski MD, profesor kulit di Universitas Alabama, Birmingham.
”Penelitian ini memungkinkan untuk perkembangan penanganan anti-ketombe yang lebih efektif, dan tidak hanya mengatasi keadaan, tetapi dapat juga membantu mencegah timbulnya ketombe,” lanjut Boni.



Pneumocystis pneumonia


Pneumocystis pneumonia (PCP) adalah suatu bentuk pneumonia yang disebabkan oleh ragi (yeast) Pneumocystis jirovecii. Jenis jamur ini khusus untuk manusia dan tidak terlihat menginfeksi hewan lainnya.
Pneumocystis jirovecii kista dari bronchoalveolar lavage, 
 
diwarnai dengan O Toluidin biru


Kondisi penyakit PCP yang disebabkan oleh P. jirovecii ini relatif jarang terjadi pada masyarakat dengan sistem kekebalan normal, tetapi umum terjadi di kalangan orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah , seperti bayi prematur, anak-anak yang tidak terpelihara dengan baik, orang yang sangat tua, dan penderita AIDS. PCP juga dapat berkembang pada pasien yang mengambil obat immunosuppressant (misalnya pasien yang telah mengalami transplantasi organ) dan pada pasien yang telah mengalami transplantasi sumsum tulang.
Gejala
Gejala PCP yaitu demam, batuk tidak produktif (karena dahak terlalu kental), sesak nafas (perlu pengerahan tenaga untuk bernapas dibanding biasanya), kehilangan berat badan, dan sering berkeringat malam. Biasanya tidak terdapat dahak dalam jumlah besar pada pasien PCP kecuali pasien yang memiliki tambahan infeksi bakteri. Jamur dapat menginfeksi organ dalam seperti hati, limpa dan ginjal, namun hanya dalam kasus minoritas.
Pathophysiology
Risiko radang paru-paru karena Pneumocystis jirovecii meningkat bila tingkat sel CD4 positif kurang dari 200 sel / μl. Pada individu yang immunosuppressed (imun tertekan) manifestasi dari infeksi sangat variatif. Penyakit menyerang usus kecil, dan jaringan serat paru-paru (sehingga oksigen kurang mampu membaur ke dalam darah, yang mengarah ke hypoxia – karbon dioksida (CO2) terikat sehingga menyebabkan kesulitan bernafas).
Diagnosis
Diagnosis dapat dikonfirmasi oleh karakteristik tampilan pada x-ray dada yang menunjukkan luasan invasi PCP pada paru-paru (pulmonary infiltrates), dan tingkat oksigen arterial (pO2). Diagnosis dapat dikonfirmasi melalui identifikasi histologik dari organisme kausatif di dahak atau bronchio-alveolar lavage (pencucian paru-paru). Noda yang terlihat dengan toluidine biru, perak atau pewarnaan logam immunofluorescence, akan menunjukkan karakteristik cysta jamur ini.
Infeksi Pneumocystis juga dapat didiagnosis melalui immunofluorescent atau penandaaan histochemical dari specimen (sampel), dan metode lain yang terbaru adalah dengan analisis molekular pada produk reaksi polymerase chain yaitu dengan membandingkan sampel DNA. Sebagai catatan, deteksi molekuler sederhana Pneumocystis jirovecii dengan cairan paru-paru tidak bisa menunjukkan seseorang itu telah menderita Pneumocystis pneumonia atau infeksi HIV. Jamur yang tampak juga hadir pada individu sehat di masyarakat umum.
Kausal Agen:
Pneumocystis jirovecii (sebelumnya diklasifikasikan sebagai Pneumocystis carinii) sebelumnya diklasifikasikan sebagai protozoa. Saat ini, dianggap sebagai jamur yang didasarkan pada asam nukleat dan analisis biokimia.
Penularan
Siklus hidup lengkap dari salah satu jenis Pneumocystis masih belum diketahui sampai saat ini, namun melihat banyaknya kasus penyakit ini yang menginfeksi paru-paru memungkinkan bahwa penularan kebanyakan melalui pernafasan.
siklus hidup menurut John J. Ruffolo, Ph.D. (Cushion, MT, 1988)untuk pneumonia berbagai jenis. Jamur ini ditemukan di paru-paru mamalia, mereka ttidak menunjukkan gejala yang menyebabkan infeksi sampai sistem kekebalan tubuh inang menjadi lemah. seringkali dapat mengakibatkan radang paru-paru yang mematikan. Aseksual fase: meniru bentuk trophic karena mitosis. seksual fase: trophic haploid bentuk konjugat dan menghasilkan sebuah zigot atau sporocyte (awal kista). zigot mengalami meiosis dan mitosis berikutnya untuk menghasilkan delapan nukleus haploid (akhir fase kista). Spora menunjukkan bentuk yang berbeda (misalnya, berbentuk bola dan bentuk memanjang). Hal ini menunjukkan bahwa elongasi dari spora mendahului pertumbuhan spora. Hal ini diyakini bahwapembentukan terjadi melalui peminjaman dinding sel. Tahap trophic di mana mungkin organismememperbanyak dengan pembelahan biner.
Siklus hidup Pneumocystis jirovecii:






Perawatan
Obat-obatan Antipneumocystic sering digunakan bersamaan dengan obat steroid untuk menghindari peradangan. Obat yang paling umum digunakan adalah obat kombinasi trimethoprim dan sulfamethoxazole (co-trimoxazole, dengan nama dagang Bactrim, Septrin, atau Septra), tetapi beberapa pasien tidak dapat mentolerir perlakuan ini karena alergi. Obat lain yang digunakan tersendiri atau dikombinasikan yaitu pentamidine, trimetrexate, dapsone, atovaquone, primaquine, pafuramidine meleate (dalam penyelidikan), dan clindamycin. Pengobatan biasanya untuk jangka waktu sekitar 21 hari.
Pentamidine jarang digunakan karena tingginya frekuensi efek samping (pancreatitis akut, gagal ginjal, hepatotoxicity, leukopenia, ruam, demam dan hypoglycaemia)

Sporothrix schenckii


Sporothrix schenckii adalah jamur yang sering ditemukan di semak-semak bunga mawar, barberi, lumut sfagnum dan jerami. Ia tampak sebagai sel-sel bertunas yang gram-positif, berbentuk bulat kecil sampai berbentuk cerutu dan merupakan jamur dimorfik. Pada biakan dalam suhu kamar dengan agar Sabouraud, dalam 3-5 hari terbentuk koloni-koloni berwarna cokelat sampai hitam, melipat, menyerupai kulit (pembentukan pigmen dari berbagai strain S schenckii bervariasi). Konidia sederhana berbentuk ovoid terdapat berkelompok pada ujung konidiofor yang ramping dan panjang (menyerupai bunga aster). Biakan pada suhu 37◦C akan menghasilkan sel-sel bertunas berbentuk sferis sampai ovoid. Koloni-koloni mudanya kadang berwarna putih pada suhu 25◦C atau ketika diinkubasi pada suhu 37°C untuk menghasilkan fase ragi sebagai salah satu bentuk dimorfiknya. Sedangkan koloni-koloni yang lebih tua akan menjadi berwarna hitam untuk memproduksi konidia hitam yang nantinya akan muncul langsung dari hifa sebagai fase keduanya. Demikanlah proses tersebut terus berjalan hingga terbentuk lagi generasi berikutnya.
Penyakit yang ditimbulkan adalah Sporotrikosis. Biasanya menyerang kulit dan pembuluh getah bening di sekitarnya, kadang-kadang mengenai paru-paru dan jaringan lainnya. Jamur ini dapat masuk ke dalam kulit melalui tusukan duri dari tanaman atau tusukan barang tajam lainnya. Bisa juga pada waktu menangani tanaman sejenis lumut atau pada waktu menangani potongan kayu atau pohon. Gejalanya dimulai pada jari-jari tangan dengan nodul (benjolan) kecil-kasar yang secara perlahan membesar dan membentuk sebuah luka. Jamur ini tidak ditularkan dari orang ke orang.
Pengobatannya bisa dengan itrakonazol per-oral (melalui mulut). Bisa juga diberikan kalium-yodida per-oral, Untuk infeksi yang meluas, diberikan amfoterisin B intravena (melalui pembuluh darah).
Sporothrix schenckii juga dijuluki sebagai rose picker’s disease karena Sporothrix schenckii adalah jamur yang sering ditemukan di semak-semak bunga mawar, barberi, lumut sfagnum dan jerami. Dan pada bunga mawar, biasanya dia hidup pada durinya, dan jamur ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia apabila manusia tertusuk oleh durinya. Maka tak heran, sehingga yang sering terkena adalah petani, tukang kebun dan holtikulturis. Sporothrix schenckii tersebar luas di alam pada tumbuh-tumbuhan (khususnya sfagnum di AS), duri, sisa-sisa kayu ; dalam tanah ; dan pada hewan yang terinfeksi.
Sporothrix schenckii adalah suatu jamur dimorfik yang hidup pada tumbuh-tumbuhan atau kayu. Dimorfik adalah suatu bentuk perkembangbiakan dari jamur, dimana terjadi dua fase sekaligus (generatif ataupun vegetatif).
Perlu dicurigai suatu sporotrikosis bila ditemukan adanya nodul dan luka yang khas. Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya Sporothrix pada biakan jaringan yang terinfeksi. Berikut beberapa cara pemberantasan berikut pencegahannya:
A. Tindakan pencegahan
Pada industri pengolahan kayu, kayu hendaknya diberi fungisida didaerah dimana sporotrochosis sering terjadi. Pakailah sepatu bot, baju lengan panjang jika bekerja mengolah Sphagnum moss (sejenis lumut yang dipakai oleh tukang bunga untuk menancapkan kembang dalam vas bunga).
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan.
Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap discharge dan pembalut luka. Pembersih terminal.
Investigasi kontak dan sumber infeksi: cari dan temukan penderita yang belum terdiagnosa dan yang belum diobati.
C. Upaya penanggulangan wabah:
Pada waktu terjadi wabah di Afrika Selatan pada pekerja tambang dilakukan penyemprotan terhadap kayu-kayu yang dipakai dipertambangan menggunakan zinc sulfate dan triolith. Selain itu dilakukan juga upaya sanitasi. Nah, itu tadi adalah cara pemberantasan dan penaggulangan.
Infeksi pada kulit biasanya menyebar sangat lambat dan jarang berakibat fatal. Penderita masih dapat diobati Pengobatannya bisa dengan itrakonazol per-oral (melalui mulut). Bisa juga diberikan kalium-yodida per-oral, tapi tidak efektif dan menimbulkan efek samping seperti ruam dan peradangan mata, mulut dan tenggorokan. Pengobatan spesifik: Iodida oral dan itraconazole efektif untuk mengatasi infeksi limfokutaneus, sedangkan untuk infeksi ekstrakutaneus adalah amphotericin B (Fungizone ®), itraconazole juga efektif. Untuk infeksi yang meluas, diberikan amfoterisin B intravena (melalui pembuluh darah)

Jumat, 28 Mei 2010

Kandidiasis

Kandidiasis merupakan penyakit jamur teratas di antara penyakit jamur lainnya hingga saat ini. Penyebab utama infeksi ini umumnya adalah Candida albicans (C. albicans). Jamur ini dapat menginfeksi semua organ tubuh manusia, dapat ditemukan pada semua golongan umur, baik pria maupun wanita. Jamur ini dikenal sebagai organisme komensal di saluran pencernaan dan mukokutan, sering ditemukan di kotoran di bawah kuku orang normal. Jamur ini juga dikenal sebagai jamur oportunis.
Sinonim: Kandidiasis, dermatocandidiasis, bronchomycosis, mycotic vulvovaginitis, muguet, dan moniliasis.


gambar Candida albicans


Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit. Gejalanya bermacam-macam sehingga tidak diketahui data-data penyebarannya dengan tepat.

Penyebab
Yang tersering sebagai penyebab ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal. Sebagai penyebab endokarditis kandidosis ialah Candida parapsilosis dan penyebab kandidosis septikemia adalah Candida tropicalis.s

Patogenesis
Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen maupun eksogen. Faktor endogen meliputi perubahan fisiologik, umur,dan imunologik.
Perubahan fisiologik seperti kehamilan (karena perubahan pH dalam vagina); kegemukan (karena banyak keringat); debilitas; latrogenik; endokrinopati (gangguan gula darah kulit); penyakit kronik seperti: tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang buruk. Umur contohnya: orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status imunologiknya tidak sempurna. Imunologik contohnya penyakit genetik.
Faktor eksogen meliputi: iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan respirasi meningkat, kebersihan kulit, kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur, dan kontak dengan penderita misalnya pada thrush, dan balanopostitis.
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi syarat mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi antara mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Manan dan manoprotein merupakan molekul-molekul C. albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat pada dinding sel C. albicans juga berperan dalam aktifitas adhesive.
Setelah terjadi proses penempelan, C. albicans berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. Dalam hal ini enzim yang berperan adalah aminopeptidase dan asam fosfatase. Apa yang terjadi setelah proses penetrasi tergantung dari keadaan imun dari pejamu.
Pada umumnya C. albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saproba dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu. Faktor-faktor yang dihubungkan dengan meningkatnya kasus kandidosis antara lain disebabkan oleh :
1. Kondisi tubuh yang lemah atau keadaan umum yang buruk, misalnya: bayi baru lahir, orang tua renta, penderita penyakit menahun, orang-orang dengan gizi rendah
2. Penyakit tertentu, misalnya: diabetes mellitus
3. Kehamilan
4. Rangsangan setempat pada kulit oleh cairan yang terjadi terus menerus, misalnya oleh air, keringat, urin atau air liur.
5. Penggunaan obat di antaranya: antibiotik, kortikosteroid dan sitostatik.
Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan C. albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena adanya perubahan dalam sistem pertahanan tubuh. Blastospora berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semu tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi. Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan serta invasi ke dalam jaringan.Enzim-enzim yang berperan sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase dan fosfolipase.

Klasifikasi
Berdasarkan tempat yang terkena CONANT dkk (1971), membaginya sebagai berikut :
• Kandidosis selaput lendir :
1. Kandidosis oral (thrush)
2. Perleche
3. Vulvovaginitis
4. Balanitis atau balanopostitis
5. Kandidosis bronkopulmonar dan paru.
• Kandidosis kulit :
1. lokasi : a. daerah selangkangan; b. daerah dubur.
2. Generalisata
3. Paronikia dan onikomikosis
4. Kandidosis kutis ganulomatosa.
• Kandidosis sistemik :
1. Endokarditis
2. Meningitis
3. Pielonefritis
4. Septikemia

GEJALA
• Kandidosis selaput lendir
a. Thrush
Biasanya mengenai bayi, tampak lapisan menyerupai selaput berwarna putih, coklat muda atau kelabu yang menutup lidah, langit-langit, pipi bagian dalam, dan permukaan rongga mulut yang lain. Lesi dapat terpisah-pisah, dan tampak seperti kepala susu pada rongga mulut. Dasar dari lapisan tersebut berwarna merah dan basah
b. Perleche
Lesi berupa luka memanjang pada sudut mulut; luka biasanya basah, cukup dalam dan dasarnya kemerahan. Faktor yang mempengaruhinya ialah kekurangan vitamin B6
c. Vulvovaginitis
Radang pada vulva dan vagina biasanya sering terdapat pada penderita diabetes melitus (kencing manis) karena kadar gula di dalam darah dan air seni yang tinggi dan pada wanita hamil karena penimbunan glikogen dalam epitel vagina.
Keluhan utama ialah gatal di daerah vulva. Pada yang berat terdapat pula rasa panas, nyeri sesudah BAK, dan nyeri saat senggama.
Pada pemeriksaan yang ringan, tampak kemerahan di bibir vagina dan vagina terutama 1/3 bagian bawah. Sering pula terdapat kelainan yang khas ialah bercak-bercak putih kekuningan.
Pada kelainan yang berat juga terdapat bengkak pada bibir vagina dan luka yang dangkal pada bibir vagina dan sekitar vagina.
Keputihan pada kandidosis vagina berwarna kekuningan. Tanda yang khas ialah disertai gumpalan-gumpalan seperti kepala susu berwarna putih kekuningan. Gumpalan tersebut berasal dari bagian yang terlepas dari dinding vagina terdiri atas sel-sel yang mati, sel-sel epitel, dan jamur.
d. Balanitis atau balanopostitis
Penderita mendapat infeksi karena kontak seksual dengan wanitanya yang menderita vulvovaginitis. lesi berupa luka yang dalam, lenting berisi nanah dengan dindingnya yang tipis, terdapat pada kepala penis dan preputium (kulit penis)


• Kandidosis kulit
a. Kandidosis intertigrinosa
Mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian bawah payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar jari; dapat juga mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan glans penis (balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan keempat, pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima, keluhan gatal yang hebat, kadang-kadang disertai rasa panas seperti terbakar.
Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lenting-lenting yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak kemerahan, batas tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan skuama. Lesi tersebut dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya berisi nanah yang bila pecah meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi utama. Kulit sela jari tampak merah atau terkelupas, dan terjadi lecet. Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal dan berwarna putih.
b. Kandidosis Perianal
Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit (kamur pada kulit) tipe basah. Penyakit ini menimbulkan gatal pada anus.
c. Kandidosis Kutis Generalisata
Lesi terdapat pada kulit yang memiliki kelenjar minyak, biasanya juga dilipat payudara, sela bokong, dan bagian pusat. Sering disertai glositis, stomatitis dan paronikia.
Lesi berupa eksim dengan lenting-lenting yang berisi nanah. Penyakit ini sering terdapat pada bayi, mungkin karena ibunya menderita kandidosis vagina atau mungkin karena gangguan kekebalan tubuh.

• Paronikia dan onikomikosis (jamur pada kuku)
Sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan air, bentuk ini tersering didapat. Lesi berupa kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah, kuku menjadi tebal, mengeras dan berlekuk-lekuk, kadang-kadang berwarna kecoklatan, tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan di bawah kuku seperti pada tinea unguium.
• Diaper-rash
Sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti sehingga dapat menimbulkan dermatitis iritan (perdadangan kulit karena kontak dengan bahan yang menyebabkan iritasi), juga sering diderita bayi sebagai gejala sisa peradangan kulit di mulut atau sekitar anus.
• Kandidosis granulomatosa
Houser dan Rothman melaporkan bahwa penyakit ini sering menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm, lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai, dan tenggorokan.
• Kandidosis sistemik
a. Endokarditis (peradangan pada katup jantung)
Sering terdapat pada penderita morfinis sebagai akibat komplikasi penyuntikan yang dilakukan sendiri, juga dapat diderita oleh penderita sesudah operasi jantung.
b. Meningitis (radang selaput otak)
Terjadi karena penyebaran jamur melalui pembuluh darah, gejalanya sama dengan meningitis tuberkulosis atau karena bakteri lain.

Pembantu Diagnosis
1. Pemeriksaan langsung.
Kerokan kulit atau usapan selaput lendir dan kulit diperiksa dengan larutan KOH 10% atau dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu.
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37 C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like coloni. Identifikasi candida albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn meal agar.

Pencegahan
Tidak ada cara untuk mencegah terpajan pada Candida. Obat-obatan tidak biasa dipakai untuk mencegah kandidiasis. Ada beberapa alasan: 1). Penyakit tersebut tidak begitu bahaya, 2). Ada obat-obatan yang efektif untuk mengobati penyakit tersebut, 3). Ragi dapat menjadi kebal (resistan) terhadap obat-obatan. Memperkuat sistem kekebalan tubuh adalah cara terbaik untuk mencegah jangkitan kandidiasis.

Arenavirus

Apa Arenaviridae?
Para Arenaviridae adalah keluarga virus yang anggota umumnya terkait dengan hewan pengerat - penyakit menular pada manusia. Setiap virus biasanya adalah terkait dengan binatang pengerat tertentu spesies inang di yang dipertahankan. Arenavirus infeksi relatif umum pada manusia di beberapa wilayah di dunia dan dapat menyebabkan penyakit parah. Partikel virus berbentuk bola dan memiliki diameter rata-rata 110-130 nanometer. Semua diselimuti lipid (lemak) membran. Dilihat dalam lintas bagian, mereka menunjukkan partikel kasar yang ribosom diperoleh dari sel tuan rumah mereka. Inilah karakteristik yang memberikan mereka nama mereka, berasal dari bahasa Latin "arena," yang berarti "pasir." Mereka genom, atau bahan genetik, RNA terdiri saja, dan sementara replikasi strategi mereka tidak sepenuhnya dipahami, kita tahu bahwa virus baru partikel, yang disebut virion, yang diciptakan oleh kuncup dari permukaan inangnya 'sel.

Kapan para anggota keluarga mengenali virus ini?
Arenavirus pertama, choriomeningitis limfositik virus (LCMV), diisolasi pada tahun 1933 dari sebuah penelitian di suatu epidemi ensefalitis St Louis. Meskipun bukan penyebab wabah, LCMV ditemukan menjadi penyebab aseptis (nonbacterial) meningitis. Pada tahun 1960-an, beberapa virus serupa telah ditemukan dan mereka diklasifikasikan ke dalam keluarga baru Arenaviridae. Sejak Tacaribe virus ini ditemukan pada tahun 1956, Arenavirus baru telah ditemukan pada rata-rata setiap satu sampai tiga tahun. Sejumlah Arenavirus menyebabkan perdarahan penyakit. Junin virus, terisolasi pada tahun 1958, adalah yang pertama ini harus diakui. Virus ini menyebabkan Argentina demam berdarah di daerah pertanian yang terbatas dari pampas di Argentina. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1963, di jauh sabana dari provinsi Beni Bolivia, virus Machupo terisolasi. Anggota berikutnya virus keluarga dihubungkan dengan wabah penyakit manusia Lassa virus di Afrika pada tahun 1969. Baru-baru ini, Virus Sabia Guanarito dan ditambahkan ke keluarga ini.


Apa jenis hewan rumah yang membawa virus ini?
Virus ini zoonosis, yang berarti bahwa, di alam, mereka ditemukan pada hewan. Setiap virus ini terkait
dengan salah satu atau beberapa spesies terkait erat dengan hewan pengerat, yang merupakan virus 'reservoir alami. Tacaribe virus kompleks umumnya terkait dengan Dunia Baru tikus dan tikus (Tikus keluarga, subfamili Sigmodontinae). The LCM / Lassa virus kompleks yang berhubungan dengan Dunia Lama tikus dan tikus (Tikus keluarga, subfamili Murinae). Secara bersama-sama, jenis hewan pengerat ini terletak di seberang
proporsi yang lebih besar dari daratan bumi, termasuk Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika. Satu terkenal pengecualian adalah Tacaribe virus, ditemukan di Trinidad, yang terisolasi dari kelelawar.

Bagaimana Arenavirus menyebar?
Hewan host dari Arenavirus secara kronis terinfeksi virus, namun virus tidak tampak jelas menyebabkan penyakit di dalamnya. Beberapa Arenavirus Dunia Lama muncul untuk diteruskan dari ibu pengerat kepada keturunannya selama kehamilan, dan karenanya tetap dalam populasi hewan pengerat generasi setelah generasi. Beberapa Arenavirus Dunia Baru ditransmisikan antara tikus dewasa, mungkin melalui pertempuran dan menimbulkan gigitan. Hanya sebagian dari hewan pengerat di masing-masing spesies inang terinfeksi pada suatu waktu, dan dalam banyak kasus hanya dalam porsi yang terbatas dari jangkauan geografis host. Virus yang ditumpahkan ke lingkungan dalam urin atau kotoran yang terinfeksi mereka host. Infeksi manusia Arenavirus adalah insidentil untuk siklus alami dari virus dan terjadi ketika sebuah individu berhubungan dengan ekskresi atau bahan terkontaminasi dengan ekskresi dari binatang pengerat yang terinfeksi, seperti menelan makanan yang terkontaminasi, atau melalui kontak langsung dari kulit abraded atau rusak dengan kotoran binatang pengerat. Infeksi dapat juga terjadi oleh inhalasi partikel kecil yang kotor dengan air kencing binatang pengerat atau air liur (transmisi aerosol). Jenis kontak insidental tergantung pada kebiasaan manusia dan pengerat. Sebagai contoh, di mana spesies binatang pengerat yang terinfeksi lebih menyukai lapangan habitat, infeksi manusia terkait dengan pekerjaan pertanian. Di daerah di mana spesies hewan pengerat 'habitat termasuk rumah manusia atau bangunan lainnya, infeksi terjadi dalam pengaturan domestik. Beberapa Arenavirus, seperti Lassa dan Machupo virus, sekunder berhubungan dengan orang-ke -
orang dan nosokomial (pengaturan layanan kesehatan) transmisi. Hal ini terjadi jika seseorang terinfeksi oleh terkena virus dari hewan pengerat inang menyebar virus ke manusia lain. Hal ini dapat terjadi dalam berbagai cara. Orang-ke-orang transmisi dikaitkan dengan kontak langsung dengan darah atau lainnya, ekskresi, mengandung partikel virus, yang terinfeksi individu. Transmisi udara juga telah dilaporkan sehubungan dengan virus tertentu. Kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi dengan bahan-bahan tersebut, seperti peralatan medis, juga berhubungan dengan transmisi. Dalam situasi ini, penggunaan pakaian pelindung dan desinfeksi prosedur (bersama-sama disebut penghalang menyusui) membantu mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut.

HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Infeksi HIV
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi oleh salah satu dari 2 jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit, menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dan penyakit lainnya sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh.
Pada awal tahun 1980, para peneliti menemukan peningkatan mendadak dari 2 jenis penyakit di kalangan kaum homoseksual di Amerika. Kedua penyakit itu adalah sarkoma Kaposi (sejenis kanker yang jarang terjadi) dan pneumonia pneumokista (sejenis pneumonia yang hanya terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan)
Kegagalan sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan timbulnya 2 jenis penyakit yang jarang ditemui ini sekarang dikenal dengan AIDS. Kegagalan sistem kekebalan juga ditemukan pada para pengguna obat-obatan terlarang yang disuntikkan, penderita hemofilia, penerima transfusi darah dan pria biseksual. Beberapa waktu kemudian sindroma ini juga mulai terjadi pada heteroseksual yang bukan pengguna obat-obatan, bukan penderita hemofilia dan tidak menerima transfusi darah.
AIDS sudah menjadi epidemi di Amerika Serikat dengan lebih dari 500.000 orang terjangkit dan 300.000 meninggal sampai bulan Oktober 1995. WHO memperkirakan 30-40 juta penduduk dunia akan terinfeksi HIV pada tahun 2000.

gambar anatomi HIV


PENYEBAB
Terdapat 2 jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 paling banyak ditemukan di daerah barat, Eropa, Asia dan Afrika Tengah, Selatan dan Timur. HIV-2 terutama ditemukan di Afrika Barat.


PERJALANAN PENYAKIT
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun:
1. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
2. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut.
Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS.
3. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan.
Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS.
Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.

PENULARAN
Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang mengandung sel terinfeksi atau partikel virus. Yang dimaksud dengan cairan tubuh disini adalah darah, semen, cairan vagina, cairan serebrospinal dan air susu ibu. Dalam konsentrasi yang lebih kecil, virus juga terdapat di dalam air mata, air kemihi dan air ludah.
HIV ditularkan melalui cara-cara berikut:
• Hubungan seksual dengan penderita, dimana selaput lendir mulut, vagina atau rektum berhubungan langsung dengan cairan tubuh yang terkontaminasi
• Suntikan atau infus darah yang terkontaminasi, seperti yang terjadi pada transfusi darah, pemakaian jarum bersama-sama atau tidak sengaja tergores oleh jarum yang terkontaminasi virus HIV
• Pemindahan virus dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya sebelum atau selama proses kelahiran atau melalui ASI.
Kemungkinan terinfeksi oleh HIV meningkat jika kulit atau selaput lendir robek atau rusak, seperti yang bisa terjadi pada hubungan seksual yang kasar, baik melalui vagina maupun melalui anus. Penelitian menunjukkan kemungkinan penularan HIV sangat tinggi pada pasangan seksual yang menderita herpes, sifilis atau penyakit menular seksual lainnya, yang mengakibatkan kerusakan pada permukaan kulit. Penularan juga bisa terjadi pada oral seks (hubungan seksual melalui mulut), walaupun lebih jarang.
Virus pada penderita wanita yang sedang hamil bisa ditularkan kepada janinnya pada awal kehamilan (melalui plasenta) atau pada saat persalinan (melalui jalan lahir).
Anak-anak yang sedang disusui oleh ibu yang terinfeksi HIV bisa tertular melalui ASI.
Beberapa anak tertular oleh virus ini melalui penganiayaan seksual.
HIV tidak ditularkan melalui kontak biasa atau kontak dekat yang tidak bersifat seksual di tempat bekerja, sekolah ataupun di rumah. Belum pernah dilaporkan kasus penularan HIV melalui batuk atau bersin penderita maupun melalui gigitan nyamuk.
Penularan dari seorang dokter atau dokter gigi yang terinfeksi terhadap pasennya juga sangat jarang terjadi.

GEJALA
Beberapa penderita menampakkan gejala yang menyerupai mononukleosis infeksiosa dalam waktu beberapa minggu setelah terinfeksi. Gejalanya berupa demam, ruam-ruam, pembengkakan kelenjar getah bening dan rasa tidak enak badan yang berlangsung selama 3-14 hari. Sebagian besar gejala akan menghilang, meskipun kelenjar getah bening tetap membesar.
Selama beberapa tahun, gejala lainnya tidak muncul. Tetapi sejumlah besar virus segera akan ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh lainnya, sehingga penderita bisa menularkan penyakitnya..
Dalam waktu beberapa bulan setelah terinfeksi, penderita bisa mengalami gejala-gejala yang ringn secara berulang yang belum benar-benar menunjukkan suatu AIDS.
Penderita bisa menunjukkan gejala-gejala infeksi HIV dalam waktu beberapa tahun sebelum terjadinya infeksi atau tumor yang khas untuk AIDS.
Gejalanya berupa:
- pembengkakan kelenjar getah bening
- penurunan berat badan
- demam yang hilang-timbul
- perasaan tidak enak badan
- lelah
- diare berulang
- anemia
- thrush (infeksi jamur di mulut).

Secara definisi, AIDS dimulai dengan rendahnya jumlah limfosit CD4+ (kurang dari 200 sel/mL darah) atau terjadinya infeksi oportunistik (infeksi oleh organisme yang pada orang dengan sistem kekebalan yang baik tidak menimbulkan penyakit). Juga bisa terjadi kanker, seperti sarkoma Kaposi dan limfoma non-Hodgkin.
Gejala-gejala dari AIDS berasal dari infeksi HIVnya sendiri serta infeksi oportunistik dan kanker. Tetapi hanya sedikit penderita AIDS yang meninggal karena efek langsung dari infeksi HIV. Biasanya kematian terjadi karena efek kumulatif dari berbagai infeksi oportunistik atau tumor. Organisme dan penyakit yang dalam keadaan normal hanya menimbulkan pengaruh yang kecil terhadap orang yang sehat, pada penderita AIDS bisa dengan segera menyebabkan kematian, terutama jika jumlah limfosit CD4+ mencapai 50 sel/mL darah.
Beberapa infeksi oportunistik dan kanker merupakan ciri khas dari munculnya AIDS:
1. Thrush.
Pertumbuhan berlebihan jamur Candida di dalam mulut, vagina atau kerongkongan, biasanya merupakan infeksi yang pertama muncul. Infeksi jamur vagina berulang yang sulit diobati seringkali merupakan gejala dini HIV pada wanita. Tapi infeksi seperti ini juga bisa terjadi pada wanita sehat akibat berbagai faktor seperti pil KB, antibiotik dan perubahan hormonal.

2. Pneumonia pneumokistik.
Pneumonia karena jamur Pneumocystis carinii merupakan infeksi oportunistik yang sering berulang pada penderita AIDS. Infeksi ini seringkali merupakan infeksi oportunistik serius yang pertama kali muncul dan sebelum ditemukan cara pengobatan dan pencegahannya, merupakan penyebab tersering dari kematian pada penderita infeksi HIV.

3. Toksoplasmosis.
Infeksi kronis oleh Toxoplasma sering terjadi sejak masa kanak-kanak, tapi gejala hanya timbul pada sekelompok kecil penderita AIDS. Jika terjadi pengaktivan kembali, maka Toxoplasma bisa menyebabkan infeksi hebat, terutama di otak.

4. Tuberkulosis.
Tuberkulosis pada penderita infeksi HIV, lebih sering terjadi dan bersifat lebih mematikan. Mikobakterium jenis lain yaitu Mycobacterium avium, merupakan penyebab dari timbulnya demam, penurunan berat badan dan diare pada penderita tuberkulosa stadium lanjut. Tuberkulosis bisa diobati dan dicegah dengan obat-obat anti tuberkulosa yang biasa digunakan.

5. Infeksi saluran pencernaan.
Infeksi saluran pencernaan oleh parasit Cryptosporidium sering ditemukan pada penderita AIDS. Parasit ini mungkin didapat dari makanan atau air yang tercemar.
Gejalanya berupa diare hebat, nyeri perut dan penurunan berat badan.

6. Leukoensefalopati multifokal progresif.
Leukoensefalopati multifokal progresif merupakan suatu infeksi virus di otak yang bisa mempengaruhi fungsi neurologis penderita. Gejala awal biasanya berupa hilangnya kekuatan lengan atau tungkai dan hilangnya koordinasi atau keseimbangan. Dalam beberapa hari atau minggu, penderita tidak mampu berjalan dan berdiri dan biasanya beberapa bulan kemudian penderita akan meninggal.

7. Infeksi oleh sitomegalovirus.
Infeksi ulangan cenderung terjadi pada stadium lanjut dan seringkali menyerang retina mata, menyebabkan kebutaan. Pengobatan dengan obat anti-virus bisa mengendalikan sitomegalovirus.

8. Sarkoma Kaposi.
Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor yang tidak nyeri, berwarna merah sampai ungu, berupa bercak-bercak yang menonjol di kulit. Tumor ini terutama sering ditemukan pada pria homoseksual.

9. Kanker.
Bisa juga terjadi kanker kelenjar getah bening (limfoma) yang mula-mula muncul di otak atau organ-organ dalam.
Wanita penderita AIDS cenderung terkena kanker serviks.
Pria homoseksual juga mudah terkena kanker rektum.

DIAGNOSA
Pemeriksaan yang relatif sederhana dan akurat adalah pemeriksaan darah yang disebut tes ELISA. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya antibodi terhadap HIV, hasil tes secara rutin diperkuat dengan tes yang lebih akurat.
Ada suatu periode (beberapa minggu atau lebih setelah terinfeksi HI) dimana antibodi belum positif. Pada periode ini dilakukan pemeriksaan yang sangat sensitif untuk mendeteksi virus, yaitu antigen P24 . Antigen P24 belakangan ini digunakan untuk menyaringan darah yang disumbangkan untuk keperluan transfusi.
Jika hasil tes ELISA menunjukkan adanya infeksi HIV, maka pada contoh darah yang sama dilakukan tes ELISA ulangan untuk memastikannya. Jika hasil tes ELISA yang kedua juga positif, maka langkah berikutnya adalah memperkuat diagnosis dengan tes darah yang lebih akurat dan lebih mahal, yaitu tes apusan Western. Tes ini juga bisam enentukan adanya antibodi terhadap HIV, tetapi lebih spesifik daripada ELISA. Jika hasil tes Western juga positif, maka dapat dipastikan orang tersebut terinfeksi HIV.

PENCEGAHAN
Program pencegahan penyebaran HIV dipusatkan terutama pada pendidikan masyarakat mengenai cara penularan HIV, dengan tujuan merubah kebiasaan orang-orang yang beresiko tinggi untuk tertular. Cara-cara pencegahan ini adalah:
1. Untuk orang sehat
- Abstinens (tidak melakukan hubungan seksual)
- Seks aman (terlindung)
2. Untuk penderita HIV positif
- Abstinens
- Seks aman
- Tidak mendonorkan darah atau organ
- Mencegah kehamilan
- Memberitahu mitra seksualnya sebelum dan sesudah diketahui terinfeksi
3. Untuk penyalahguna obat-obatan
- Menghentikan penggunaan suntikan bekas atau bersama-sama
- Mengikuti program rehabilitasi
4. Untuk profesional kesehatan
- Menggunakan sarung tangan lateks pada setiap kontak dengan cairan tubuh
- Menggunakan jarum sekali pakai
Bermacam-macam vaksin sudah dicoba untuk mencegah dan memperlambat progresivitas penyakit, tapi sejauh ini belum ada yang berhasil. Rumah sakit biasanya tidak mengisolasi penderita HIV kecuali penderita mengidap penyakit menular seperti tuberkulosa. Permukaan-permukaan yang terkontaminasi HIV dengan mudah bisa dibersihkan dan disucihamakan karena virus ini rusak oleh panas dan cairan desinfektan yang biasa digunakan seperti hidrogen peroksida dan alkohol.

Senin, 10 Mei 2010

Herpes simplex

Herpes simpleks merupakan suatu infeksi virus yang disebabkan oleh virus herpes simplek tipe I dan II (HSV-I dan HSV-II). HSV-I sering menyerang daerah sekitar mulut (herpes labialis), sedangkan HSV-II sering mengenai daerah genital (herpes genitalis). Namun karena adanya oral seks atau oro-genital seks maka baik HSV-I maupun HSV-II dapat mengenai daerah sekitar mulut maupun genital. Bentuk serangan HSV pada seorang individu dapat berupa infeksi primer, episode I non primer, rekuren dan asimptomatik. Angka kejadian infeksi herpes simplek meningkat setiap tahunnya. Data di Amerika Serikat menyebutkan bahwa ditemukan 1,5 juta kasus baru yang diakibatkan karena transmisi HSV melalui hubungan seksual, dimana seorang wanita yang terinfeksi dapat menularkan HSv pada pasangannya sebesar 4-5 %, namun apabila laki-laki yang terinfeksi maka kemungkinan untuk menstransmisikan HSV pada pasangannya sebesar 8-10%.



GEJALA
Gejala herpes simpleks dapat bervariasi dari satu individu ke individu lain. Infeksi pertama berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala lain seperti demam, lemas, nyeri di sekitar mulut, tidak mau makan dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening. Gejala utamanya berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan merah, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi keruh, terkadang gatal dan dapat menjadi krusta. Krusta ini kemudian akan lepas dari kulit dan memperlihatkan kulit yang berwarna merah jambu yang akan sembuh tanpa bekas luka. Vesikel ini dapat timbul di tubuh bagian mana saja, namun paling sering timbul di daerah sekitar mulut, hidung, daerah genital dan bokong. Setelah itu, penderita masuk dalam fase laten, karena virus tersebut sebenarnya masih terdapat di dalam tubuh penderita dalam keadaan tidak aktif di dalam ganglion (badan sel saraf), yang mempersarafi rasa pada daerah yang terinfeksi. Pada fase ini tidak ditemukan gejala klinis.



PENULARAN VIRUS HERPES SIMPLEKS
Ada 2 cara penularan virus herpes simpleks yaitu secara horizontal dan secara vertical.
1. Horizontal
Transmisi secara horisontal terjadi ketika seorang individu yang seronegatif berkontak dengan individu yang seropositif melalui vesikel yang berisi virus aktif (81-88%), ulkus atau lesi HSV yang telah mengering (36%) dan dari sekresi cairan tubuh yang lain seperti salivi, semen, dan cairan genital (3,6-25%). Adanya kontak bahan-bahan tersebut dengan kulit atau mukosa yang luka atau pada beberapa kasus kulit atau mukosa tersebut intak maka virus dapat masuk kedalam tubuh host yang baru dan mengadakan multiplikasi pada inti sel yang baru saja dimasukinya untuk selanjutnya menetap seumur hidup dan sewaktu-waktu dapat menimbulkan gejala khas yaitu timbulnya vesikel kecil berkelompok dengan dasar eritem.
2. Vertikal
Transmisi HSV secara vertikal terjadi pada neonatus baik itu pada periode antenatal, intrapartum dan postnatal. Periode antenatal bertanggung jawab terhadap 5 % dari kasus HSV pada neonatal. Transmisi ini terutama terjadi pada saat ibu mengalami infeksi primer dan virus berada dalam fase viremia (virus berada dalam darah) sehingga secara hematogen virus tersebut dalam masuk ke dalam plasenta mengikuti sirkulasi uteroplasenter akhirnya menginfeksi fetus. Periode infeksi primer ibu juga berpengaruh terhadap prognosis si bayi, apabila infeksi terjadi pada trimester I biasanya akan terjadi abortus dan pada trimester II akan terjadi kelahiran prematur. Bayi dengan infeksi HSV antenatal mempunyai angka mortalitas ± 60 % dan separuh dari yang hidup tersebut akan mengalami gangguan syaraf pusat dan mata. Infeksi primer yang terjadi pada masa-masa akhir kehamilan akan memberikan prognosis yang lebih buruk karena tubuh ibu belum sempat membentuk antobodi (terbentuk 3-4 minggu setelah virus masuk tubuh host) untuk selanjutnya disalurkan kepada fetus sebagai suatu antibodi neutralisasi transplasental dan hal ini akan mengakibatkan 30-57% bayi yang dilahirkan terinfeksi HSV dengan berbagai komplikasinya (mikrosefali, hidrosefalus, calsifikasi intracranial, chorioretinitis dan ensefalitis).
Sembilan puluh persen infeksi HSV neonatal terjadi saat intrapartum yaitu ketika bayi melalui jalan lahir dan berkontak dengan lesi maupun cairan genital ibu. Ibu dengan infeksi primer mampu menularkan HSV pada neonatus 50 %, episode I non primer 35% , infeksi rekuren dan asimptomatik 0-4%.

PENCEGAHAN TERTULARNYA VIRUS HERPES SIMPLEKS
• Pencegahan transmisi HSV secara horisontal ini dapat dilakukan dengan menggunakan suatu barrier protection (kondom) untuk mencegah kontak dengan cairan genital yang mengandung virus. Kondom yang terbuat dari latek menyebabkan virus tidak dapat melaluinya serta kandungan spermatisid (nonoxynol-9) dapat membunuh virus secara invitro. Efektivitas kondom sebagai pencegah transmisi HSV hanya sekitar 25 %, karena keterbatasan kondom yang tidak dapat menutup semua bagian penis (batang penis) maka hal itu masih memungkinkan adanya kontak dengan cairan genital yang mengandung virus. Oleh karena itu pembilasan cairan genital setelah berhubungan seksual dan penggunaan antivirus pada individu yang seropositif dapat lebih meningkatkan efektifitas pencegahan transmisi menjadi sekitar 75%. Pencegahan kontak dengan saliva penderita HSV dapat dilakukan dengan menghindari berciuman dan menggunakan alat-alat makan penderita serta menggunakan obat kumur yang mengandung antiseptik yangcdapat membunuh virus sehingga menurunkan risiko tertular.
• Pencegahan transmisi secara vertical dapat dilakukan dengan deteksi ibu hamil dengan screning awal di usia kehamilan 14-18 minggu, selanjutnya dilakukan kultur servik setiap minggu mulai dari minggu ke-34 kehamilan pada ibu hamil dengan riwayat infeksi HSV serta pemberian terapi antivirus supresif (diberikan setiap hari mulai dari usia kehamilan 36 minggu dengan acyclovir 400mg 3×/hari atau 200mg 5×/hari) yang secara signifikan dapat mengurangi periode rekurensi selama proses persalinan (36% VS 0%). Namun apabila sampai menjelang persalinan, hasil kultur terakhir tetap positif dan terdapat lesi aktif didaerah genital maka pelahiran secara secar menjadi pilihan utama. Periode postnatal bertanggungjawab terhadap 5-10% kasus infeksi HSV pada neonatal. Infeksi ini terjadi karena adanya kontak antara neonatus dengan ibu yang terinfeksi HSV (infeksi primer HSV-I 100%, infeksi primer HSV-II 17%, HSV-I rekuren 18%, HSV-II rekuren 0%) dan juga karena kontal neonatus dengan tenaga kesehatan yang terinfeksi HSV.



SUMBER

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.herpesonline.org/hsv1vs2.html

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://biology.kenyon.edu/slonc/bio38/stancikl_02/What_are_HSV-1_and_HSV-2.html

http://www.klikdokter.com/illness/detail/137

http://www.enformasi.com/2009/02/herpes-simpleks.html

http://id.shvoong.com/exact-sciences/chemistry/1934530-herpes-simplex-virus-hsv/

Selasa, 04 Mei 2010

Penyakit Sekitar Kita...

Tau g’ sech disekitar kita tuch banyak penyakit yang disebabkan sama “barang-barang kecil” alias mikroba-mikroba yang tak kasat mata..mulai dari penyakit yang kita anggap remeh, misalnya nech batuk, pilek, dan sampe bikin penyakit yang bisa biin kita ngeri (hhiiiii...), contohnya tuch AIDS, meningitis, DeEleL...
Selain itu jangan dikira hewan piaran kita kya’kucing, hamster dan hewan lain yang lucu-lucu dan kita anggep bersih karena udah kita rawat g’ bisa nularin penyakit yang aneh-aneh n’ serem-serem. Istilah kerennya nich “zoonosis” yaitu penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia.
penyakit-penyakit yang disebabin ma mikroba-mikroba itu bakalan kita kupas abis di blog ini, bukan cuma daftar penyakitnya pi mikroba penyebab, mekanisme mikroba itu bisa nyebabin penyakit, ma pencegahannya..
to be continue...